Minggu, 15 April 2012

Mahasiswa antara Belajar dan Gaya Hidup

Pada umumnya di jaman sekarang cara belajar dan gaya hidup mahasiswa sudah sedikit berbeda, kebanyakan cara belajar mahasiswa jaman sekarang tidak bersungguh-sungguh, mereka masih suka menyepelekan mata kuliah yang mereka tidak sukai. Bukanya terus belajar agar mereka bisa menguasai mata kuliah yang mereka tidak sukai, tetapi kebanyakan mahasiswa jaman sekarang malah membolos pelajaran yang tidak mereka sukai tersebut. Jika terus begitu maka sama saja mereka tidak menghormati dan menghargai orang tua mereka yang telah susah payah telah bekerja keras untuk membiayai kuliah mereka. Banyak faktor-faktor yang menghalangi mereka serius dalam belajar, diantaranya adalah :

1.      Kurangnya Pendidikan di Dalam Keluarga

Di tengah derasnya  arus modernisasi yang melanda Indonesia berakibat terkikisnya nilai-nilai agama di kalangan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat seharusnya mempunyai tanggung jawab sebagai benteng terakhir untuk menaggulangi krisis tersebut. Proses modernisasi yang terjadi dalam masyarakat cenderung kurang memperhatikan pendidikan agama di lingkungan rumah tangga. Dengan kemajuan pendidikan yang diperoleh perempuan, tanggungjawab ekonomi keluarga sekarang ini bukan lagi dipikul oleh laki-laki tetapi juga perempuan. Dengan kesibukan kaum ibu bekerja maka pendidikan agama bagi anaknya kurang dikontrol, padahal tidak semua aspek pendidikan agama bisa diberikan sekolah yang hanya beberapa jam saja.

Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari juga sering terlihat bahwa orang tua tidak memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya dalam hal yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap keagamaan anak. Misalnya saja, acap terlihat bahwa orang tua yang menyuruh anknya sholat dan mengaji, tetapi kedua orang tuanya tersebut tidak mengaji dan sholat, bahkan ada orang tua yang menyuruh anaknya berpuasa, namun kedua orang tuanya makan di siang hari, lalu ketika anak bertanya kepada orang tuanya, kenapa ibu atau bapak tidak puasa-jawaban yang diterima adalah, “ini bukan urusanmu. Ini urusan orang tua”. Jawaban atau sikap orang tua seperti ini jelas tidak mendukung penanaman nilai-nilai ajaran agama kepada anak. Bahkan mungkin buruk pengaruhnya kepada anak bersangkutan.

Dalam proses pendidikan anak, peran orang tua memang sangat menentukan. Soal ini agaknya, tidak bisa orang tua berlepas begitu saja. Untuk kalangan orang tua yang mampu, terutama di kota besar sekarang ini memang terihat mempunyai kepedulian terhadap anak. Antara lain dengan mendatangkan guru mengaji atau ustadz ke rumah mereka. Namun tentu saja ini pun belum menyelesaikan masalah, sebab yang terpenting adalah bahwa bahwa orang tua harus memberikan contoh-contoh yang baik kepada anak. Seorang anak yang mendapat pendidikan agama dari ustadznya, sementara pendidikan yang diterimanya itu berlawanan dengan perilaku orang tuanya tentu saja akan mengalami split personality ( Kepribadian yang pecah ). Karena apa yang diterimanya dari guru agama kontradiksi dengan perilkau yang dilihatnya terhadap kedua orang tuanya. Dari sinilah pentingnya contoh yang baik dari orang tua. Bagi orang tua yang tidak mendapat pendidikan formal yang lebih baik, dan secara ekonomis juga kurang mampu nampaknya juga perlu diberi bekal pengetahuan agama.

Suatu penataran atau kursus yang sederhana agaknya perlu diberikan buat mereka secara praktis. Ini mungkin dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam yang mau secara sukarela melakukannya. Ini terutama mengingat, seperti diuraikan di muka, karena keluargalah yang paling berpengaruh dalam memberikan watak anak. Bukanlah hadits pernah mengatakan yang artinya, anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menyebakan mereka menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Ini peringatan bahwa tanggungjawab pendidikan agama bukan hanya di sekolah tapi keluarga.

2.      Salah Pergaulan

Personality mahasiswa di era sekarang juga masih jauh dari kemandirian dan kedewasaan dan terus semakin larut dengan masuknya berbagi bentuk budaya barat. Hal ini tentunya akan menjadi batu sandungan ketika mahasiswa dibenturkan dengan berbagai budaya tersebut, sehingga semangat dan jiwa nasionalisme mahasiswa sebagai pemuda bangsa semakin hari semakin terkikis. Banyak mahasiswa tidak bisa berfikir lebih luas, melainkan  pikiran mereka masih seperti anak SMA yang inginnya masih bersenang-senang dan tidak bisa memilih dan memilah teman yang serius dalam menuntut ilmu di kampus ( kuliah ), teman yang berkepribadian positive agar mereka yang masih semaunya dalam kuliah menjadi sadar dan bisa merubah perilaku mereka, bahwa di rumah orang tuanya sudah menanti-nanti kelulusan- kelulusan anaknya tersebut, dan pasti mereka ( orang tua ) juga mendoakan kita agar kelak menjadi orang yang bisa membuat bangga orang tua kita. Penyimpangan mahasiswa yang banyak terjadi pada masa kini, diantaranya adalah :

Ø  Pergaulan Bebas yang Membudaya

Seks bebas sudah menjadi suatu bentuk pergaulan yang membudaya bagi sebagian besar mahasiswa Yogyakarta. Mereka menganggap seks bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan, meskipun tanpa ikatan pernikahan yang sah. Banyak diantara para mahasiswa yang bermesraan dilanjutkan dengan hubungan seks dengan pasangannya di tempat kost. Hal ini dapat dilakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak pemilik rumah kost, ditambah lagi masyarakat sekitar yang cenderung tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di lingkungan mereka.

Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Awalnya, dia mengaku hanya ingin mencoba saja dengan pacarnya, tetapi karena merasa ketagihan, dia menjadikan hubungan seks itu sebagai rutinitas sehari-hari. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur". Permintaan untuk bersetubuh (make love/ML) menurutnya datang dari kedua belah pihak. Dan dilakukan dengan cara-cara halus. "Ya... kalau pacar saya sudah masuk kamar dan tidur di kasur berarti dia ngajak ML. Sebaliknya, kalau saya pura-pura setrika terus kegerahan, buka baju, berarti ya kita bakalan ML atas permintaan saya," ungkapnya.

          Aktivitas seks mahasiswa atau mahasiswi ini umumnya tidak diketahui oleh orang tua mereka. Sebaliknya, pemilik rumah kost atau warga sekitar tempat mahasiswa atau mahasiswi bersangkutan melepaskan nafsunya terkesan tutup mata terhadap perilaku tersebut. Karenanya, tidak heran bila pergaulan bebas di sekitar kampus terus berkembang. Melakukan hubungan badan sebenarnya merupakan hal tidak pantas dilakukan mahasiswa. Selain karena belum waktunya, juga melanggar norma agama. Jika ada yang nekad melakukan itu,bisa berdampak negatif, terutama bagi si wanita.

          Ditilik lebih jauh, pergaulan bebas anak muda sedikit banyak dipengaruhi oleh sajian media massa. Harus diakui bahwa acara-acara televisi kurang mencerminkan contoh perilaku positif dalam interaksi dengan lawan jenis. Artis-artis yang tidak terikat pernikahan menampakkan gaya hidup yang kurang mendidik. Saling berciuman dan berpelukan sudah menjadi kebiasaan lumrah antar artis lawan jenis di layar kaca.  Sinetron-sinetron yang ditayangkan hampir minim mengisahkan perjalanan dan perjuangan meraih cita-cita. Tidak ada etos belajar dan akademik yang disuguhkan, tetapi lebih pada budaya hedonis dan roman picisan. Pengaruh media massa ini tidak hanya televisi, tetapi juga tabloid, koran dan majalah. Pamer bagian tubuh tidak lagi tabu, padahal disadari atau tidak disadari bisa menimbulkan efek negatif. Gairah seksual dibangkitkan dan dimungkinkan menyebabkan perilaku seks bebas. Jika sudah memiliki pasangan, maka tinggal menunggu tanggal main. Bagi yang belum berpasangan bisa mencari pasangan di tempat-tempat mesum. Lebih gila lagi, anak-anak usia sekolah ikut-ikutan bermain mengumbar seks antar lawan jenis. Apa yang terpapar di atas tak dipungkiri menjadi realitas di atas panggung kehidupan anak-anak muda. Lalu pertanyaannya, wajarkah fenomena tersebut? Jika memang wajar, maka moralitas tinggal sebuah nama yang terpampang di pusara.

Perang budaya telah terjadi. Budaya adiluhung bangsa kita telah tercemari virus-virus budaya Barat. Tata nilai Barat didengungkan dan dipropagandakan hingga merasuk ke tulang sumsum anak-anak muda jaman sekarang. Tidak masalah melakukan pergaulan bebas jika didasarkan suka sama suka. Bahkan, berhubungan intim (sex before married) sah-sah saja asalkan perut tidak membesar alias mengandung.

Ø  Konsumsi Minuman Keras dan Narkoba

 Beberapa remaja dapat terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena pengaruh dari lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai “kelompok pemakai”. Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan. Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri atau keluarganya, sering menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman khususnya. Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang memberikan contoh “model pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada pemakaian secara berkelompok. Apabila seseorang telah menjadi terbiasa memakainya dan karena mudah untuk mendapatkannya, maka dia akan mulai memakainya sendiri sampai tahu-tahu telah menjadi ketagihan dan sulit disembuhkan.

Jika Beberapa remaja dapat terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena pengaruh dari lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai “kelompok pemakai”. Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan. Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri atau keluarganya, sering menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman khususnya. Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang memberikan contoh “model pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada pemakaian secara berkelompok. Apabila seseorang telah menjadi terbiasa memakainya dan karena mudah untuk mendapatkannya, maka dia akan mulai memakainya sendiri sampai tahu-tahu telah menjadi ketagihan dan sulit disembuhkan.

Jika memakai Narkoba/Miras telah menjadi kebiasaan, maka kita menjadi ketagihan sehingga sulit menghilangkan keinginan untuk menggunakannya. Sulit menghilangkan, karena zat-zat itu telah meresap ke dalam tubuh dan perasaan, sehingga “menuntut” untuk dipenuhi. Obat atau minuman keras itu memang menimbulkan efek ketergantungan, namun yang terutama sebenarnya adalah ketergantungan pada kelompok, yaitu adanya rasa “diakui” mempunyai identitas yang sama dengan mereka, yaitu teman-teman sekelompoknya yang “modern dan pemberani”. Meskipun demikian ketagihan obat memang dapat menimbulkan “demam’ atau “rasa nyeri” yang berlebihan dan baru akan sembuh jika yang bersangkutan menggunakan obat itu. Maka orang yang telah ketagihan, tidak jarang menjadi pencuri, pemalak, atau mendapatkan apa saja untuk dipakai membeli narkoba.

Memakai Narkoba/Miras telah menjadi kebiasaan, maka kita menjadi ketagihan sehingga sulit menghilangkan keinginan untuk menggunakannya. Sulit menghilangkan, karena zat-zat itu telah meresap ke dalam tubuh dan perasaan, sehingga “menuntut” untuk dipenuhi. Obat atau minuman keras itu memang menimbulkan efek ketergantungan, namun yang terutama sebenarnya adalah ketergantungan pada kelompok, yaitu adanya rasa “diakui” mempunyai identitas yang sama dengan mereka, yaitu teman-teman sekelompoknya yang “modern dan pemberani”. Meskipun demikian ketagihan obat memang dapat menimbulkan “demam’ atau “rasa nyeri” yang berlebihan dan baru akan sembuh jika yang bersangkutan menggunakan obat itu. Maka orang yang telah ketagihan, tidak jarang menjadi pencuri, pemalak, atau mendapatkan apa saja untuk dipakai membeli narkoba.

3.      Pengaruh Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan pola pikir mahaiswa, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.

Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu mahasiswa mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi mahasiswa, dapat kita ikuti pada uraian berikut :

Ø  Lingkungan Kampus

Mengamati kebiasaan mahasiswa yang kurang baik di kampus rasanya perlu, setiap orang meninjau kembali; sebenarnya apa yang sedang dicarinya. Terlebih bila melihat bahwa output yang dihasilkan sebagai seorang tenaga pendidik dan konsultan. Untuk menjadi tenaga pendidik yang berbeda –misalnya-- pastinya dibutuhkan sebuah idealisme. Idealisme bahwa dia adalah ujung tombak peningkatan sumber daya manusia di bumi tempai ia berpijak. Maka seharusnya tindakan-tindakannya juga harus mencerminkan calon pendidik yang berkepribadian. Mari kita cermati beberapa kebiasaan buruk yang membudaya di lingkungan kampus secara umum  saat ini, dengan maksud merubahnya menjadi baik, adalah sebagai berikut ;

Copas (copy paste) saat mengerjakan tugas.

Perbuatan yang tidak kreatif, malas belajar dan sangat merugikan diri sendiri. Bisa dibayangkan, dengan mudahnya karya seseorang di copas begitu saja. Belum tentu apa yang ada dalam fikirannya sama dengan si penulis yang dengan susah payah tentunya dia menorehkan karyan tulisnya. Disamping tidak kreatif, hal ini memprihatinkan. Sebab, dosen bisa saja salah mendiagnosa kemampuan mahasiswa, yang dikiranya baik dalam mengerjakan tugas, ternyata hanya seorang plagiat yang tidak mauberupaya berkarya atas kemampuan dirinya. Sayang kalau hal ini terjadi di lingkngan kampus kita ini.

Menyontek waktu ujian.

Tidak dibenarkan. Siapapun yang memandang itu biasa, bisa dipastikan dia sedang sakit(?). Bagaimanapun juga perbuatan curang seperti ini tidak ada untungnya sama sekali. Hal ini menjadi biasa, karena adanya kesempatan dan pembiaran oleh pengawas. Bila menginginkan hasil ujian baik, maka perlu ada evaluasi dari cara belajar mahasiswa dan pengawasan waktu ujian

Malas kuliah

Ada anggapan, kalau menjadi mahasiswa maka saatnya kebebasan. Belajar semau gue, main semaunya dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Kebanggaan menjadi seorang mahasiswa diberi simbul dengan; nama PT, fakultas dan jurusan, aktivitas cinta alam dan fashion. Ibaratnya kampus hanya menjadi simbol identitas, mengenai konten intelektualitas masih banyak dikesampingkan. Sayang memeng, tapi itu banyak terjadi dan sangat dinantikan oleh siswa-siswa SMA.

Internetan, SMS-an, chating dan lupa buka-buka buku

Kampus sebagai tempat berkumpulnya intelek dan calon intelek, menjadi lahan basah kecanggihan teknologi. Tidak sediki provider seluler menancapkan cakarnya di kampus-kampus PT. Baik HP maupun WiFi sudah bukan lagi barang mewah. Dengan alasan memudahkan akses fasilitas kampus –lihat nilai, mata kuliah, dosen wali dsb— teknologi sistem informasi merambah kampus. Sehingga, kita bisa dengan mudah melihat mahasiswa lebih asyik browsing internet, SMS-an dan chating, dibandingkan harus duduk manis di perpustakaan yang membosankan dengan segudang birokrasinya. Budaya buka buku sudah berubah dengan budaya pijat tuts.

Ø  Lingkungan Masyarakat

Manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, maupun lingkungan sosial satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Lingkungan sering dikatakan secara sempit, seolah-olah lingkungan hanyalah alam sekitar di luar diri manusia/individu. Lingkungan sebenarnya mencakup segala aspek, baik materiil dan stimuli di dalam dan luar diri individu manusia

Lingkungan masyarakat adalah sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya (Ubaiyah, 1998:209). Lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi pembawaan yang baik, tetapi lingkungan yang baik belum tentu dapat menjadi pengganti suatu pembawaan yang baik. Bila lingkungan sekitar merupakan lingkungan yang baik dan kondusif untuk belajar, maka dengan sendirinya masyarakat penghuni lingkungan tersebut akan terpanggil atau terpengaruh untuk beljar dengan baik. Sebagai contoh : kondisi masyarakat di pedesaan yang kebanyakan bekerja sebagai petani, maka orang-orang di sekitar itu akan ikut terpengaruh untuk bertani. Demikian juga jika pada lingkungan tersebut belajar yang baik sudah menjadi budaya, maka para penghuni lingkungan tersebut bisa terbawa ke dalam lingkungan belajar.

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa watak atau kepribadian seseorang selain ditentukan oleh potensi dasar yang dimilikinya juga ditentukan oleh lingkungan. Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial memberikan andil yang kuat dalam pembentukan, penempatan potensi-potensi dasar yang dimiliki oleh anak serta dalam memotivasi belajar anak. Sehingga seorang anak didik akan akan beruntung bila mendapatkan lingkungan yang baik, demikian pula sebaliknya anak didik akan sangat rugi bila kebetulan bergaul dengan lingkungan yang kurang baik.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More